Kamis, 20 Oktober 2016

Hubungan Ilmu Kalam Dan Filsafat

Hubungan Ilmu Kalam Dan Filsafat


Hubungan Ilmu Kalam Da
n Filsafat

BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Dalam menjalani kehidupan suatu hal yang harus kita mantapkan adalah aqidah keyakinan kepada Allah SWT. Rasanya aktifitas sehari-hari tak ada gunanya jika tidak didasari dengan keimanan yang kuat. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang Ilmu Kalam ( Ilmu Tauhid ) yakni ilmu yang membahas tentang pemikiran dan kepercayaan tentang ketuhanan. Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai perbedaan-perbedaan pemikiran dan aqidah yang mengiringi, kita harus pandai dalam  memilih dan memilahnya dengan berlandaskan Al-qur’an dan Al-hadist. Perlu kita mengingat apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah bahwa “ Umatku akan berpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang benar.”
Perbedaan pemikiran tersebut membuat mereka saling menyalahkan,  antara lain yang kita ketahui adalah: Ahlussunnah Wal Jama’ah, Mu’tazilah, Qodariyah, Syi’ah, khowarij dan lain sebagainya. Yang semuanya memiliki pendapat masing-masing tentang Tauhid atau keyakinan tentang hal ketuhanan. Dan kita sebagai orang yang memegang agama Allah harus mengetahui manakah pemikiran yang benar dan yang salah, dalam memandangnya kita harus berpegang teguh pada Al-qur’an dan Al-hadist.
1.2  Rumusan Masalah
1. Apa hakekat Ilmu Kalam itu?
2. Apa hakekat Filsafat dan ilmu kalam itu?
3. Bagaimana hunbungan Ilmu Kalam dan filsafat?
1.3  Tujuan Pembahasan
       1. Mengetahui dan memahami hakekat ilmu kalam.
       2. Mengetahui dan memehami hakekat Filsafat.
       3. Mengetahui dan memahami hubungan Ilmu Kalam dan Filsafat.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Hakikat Ilmu Kalam
  2.1.1  Pengertian Ilmu Kalam
            Nama lain dari ilmu Kalam adalah ilmu Aqaid ( ilmu akidah-akidah ), ilmu Tauhid ( ilmu tentang Kemaha Esa-an Tuhan ), ilmu Ushuluddin ( ilmu pokok-pokok agama ). Disebut juga dengan 'Teologi Islam'. Teologi dari segi etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu theologia. Yang terdiri dari kata theos yang berarti tuhan atau dewa, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga Teologi adalah pengetahuan ( ilmu ) tentang ketuhanan. Menurut William L. Resse, Teologi berasal dari bahasa Inggris yaitu Theology yang artinya discourse or reason concerning god ( diskursus atau pemikiran tentang Tuhan ) dengan kata-kata ini Reese lebih jauh mengatakan, “ Teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan ”. Gove mengatkan bahwa teologi merupakan penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional. Sedangkan menurut Fergilius Ferm “the discipline which consern God ( or yhe divine Reality ) and God relation to the word ( pemikiran sistematis yang berhubungan dengan alam semesta ). Dalam ensiklopedia everyman’s disebutkan tentang Teologi sebagai science of religion, dealing therefore with god, and man his relation to god ( pengetahuan tentang agama, yang karenanya membicarakan tentang tuhan dan manusia dalam pertaliannya dengan tuhan ). Disebutkan dalam New English Dictionary, susunan Collins, the science treats of the facts and phenomena  of religion and the relation between God and men ( ilmu yang membahas fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan hubungan-hubungan antara tuhan dan manusia).
Sedangkan pengertian ilmu Kalam ( Teologi islam ) secara terminologi terdapat berbagai perbedaan. Menurut Abdur Razak, ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas aspek ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait dengan-NYA secara rasional. Sedangkan menurut Muhammad Abduh ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari pada-Nya, juga membahas tentang Rasul-rasul Allah, meyakinkan keyakinan mereka, meyakinkan apa yang ada pada diri mereka, apa yang boleh dihubungkan kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkanya kepada diri mereka.
2.1.2 Sumber Ilmu Kalam
Sumber ilmu kalam ialah Al-qur’an dan Hadist Nabi yang menerangkan tentang wujudnya Allah, sifat-sifat-Nya, dan persoalan awidah islam lainnya. Ulama’ – ulama’ Islam dengan tekun dan teliti memahami nash-nash yang bertalian dengan masalah aqidah ini, menguraikan dan menganalisisnya, dan masing – masing golongan memperkuat pendapatnya dengan nash – nash tersebut. Dalil-dalil fikiran dipersubur dengan filsafat Yunani dan unsur-unsur lain. Oleh karena itu pembahasan ilmu kalam ini, selalu berdasarkan kepada dua hal, yaitu dalil naqli ( Al-qur’an dan Hadist ) dan dalil – dalil aqli ( akal fikiran ).
2.1.3 Sejarah Kemunculan Persoalan-persoalan Kalam
            Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan ‘ Utsman bin Affan yang berbuntut pada persoalan Mu’awiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi perang Siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim ( arbitrase ).
            Di luar pasukan yang membelot Ali, ada pula sebagian besar yang tetap mendukung Ali. Mereka adalah kelompok Syi’ah. Menurut Watt, kelompok Syi’ah ini muncul ketika berlangsung perang Siffin. Sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Mu’awiyah, pasukan Ali terpecah menjadi dua, satu kelompok yang mendukung sikap Ali disebut Syi’ah dan kelompok yang menolak sikap Ali disebut Khawarij.
            Persoalan kalam pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih tetap islam.
            Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran Teologi dalam islam, yaitu :
1.      Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dan wajib dibunuh.
2.      Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun dosa yang dilakukannya, hal itu terserah Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
3.      Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat di atas. Bagi mereka, orang yang berbuat dosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir , yang dalam bahasa Arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah bainal manzilatain ( posisi diantara dua posisi ).
2.1.4 Firqoh-firqoh Dalam ilmu kalam
A. Khawarij
1. Sejarah Munculnya Aliran Khawarij
       Secara Etimologis kata Khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang artinya keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase ( tahkim ), dalam perang Shiffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok Bughot ( pemberontak ) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.
        Dalam sejarah islam disebutkan, usaha perdamaian itu dikenal dengan  
Majlis Tahkim “ dalam persengketaan yang terjadi antara Ali dan Muawiyah pada perang Shiffin, suatu tempat di tepi sungai Efrat, yang menyebabkan tampilnya Muawiyah sebagai khalifah. Hasil perdamaian tersebut memunculkan kesepakatan bahwa Ali dipecat dari kursi kekhalifahan dan Muawiyah ditunjuk sebagai penggantinya. Setelah Muawiyah diangkat menjadi khalifah, maka muncul golongan - golongan politik dilingkungan ummat islam, yakni Syi’ah, Khawarij, dan Murji’ah. Bermula dari persoalan politik, akhirnya berubah menjadi persoalan teologis, masing-masing saling menuduh dan mengeluarkan hukum dengan tuduhan-tuduhan kafir, dosa besar, dan lain-lain, sampai memunculkan persoalan sumber perbuatan manusia, apakah dari Tuhan atau dari diri manusia sendiri.
2. Ajaran (Doktrin) Pokok Aliran Khawarij
a.       Khalifah atau imam dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
b.      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab.
c.       Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’t islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman.
d.      Khalifah sebelum Ali ( Utsman r.a. ) dinggap menyeleweng.
e.       Ali adalah khalifah yang sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia dianggap menyeleweng.
f.       Muawiyah dan Amr bin Ash serta Musa Al-Asy’ari adalah kafir.
g.      Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.
h.      Orang muslim yang melakukan dosa besar bukan lagi muslim sehingga harus dibunuh.
i.        Qur’an adalah makhluk.
j.        Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
3. Sekte Dalam Khawarij
Munculnya banyak cabang dan sekte Khawarij ini diakibatkan banyaknya perbedaan dalam bidang akidah yang mereka anut dan banyaknya nama yang mereka pergunakan sejalan dengan perbedaan akidah mereka yang beraneka ragam itu. Asy-syak’ah menyebutkan adanya delapan firqah besar, dan firqah-firqah ini terbagi lagi menjadi firqah-firqah kecil yang jumlahnya sangat banyak. Perpecahan ini menyebabkan gerakan kaum Khawarij lemah, sehingga mereka tidak mampu menghadapi kekuatan militer Bani Umayyah yang berlangsung bertahun-tahun. Sekte-sekte Khawarij tersebut antara lain, al-Azariqah, al-Ibadiah, al-Muhakkamah, al-Najdat, al-Jaridah, al-Sufriyah, al-Baihasiyah, dan Yazidiyah.
Menurut Prof. Taib Thahir Abdul Mu’in, bahwa sebenarnya ada dua golongan utama yang terdapat dalam aliran Khawarij, yakni :
a. Sekte Al-Azariqoh
Nama ini diambil dari Nafi Ibnu Al-Azraq, pemimpin utamanya, yang memiliki pengikut sebanyak dua puluh ribu orang. Di kalangan para pengikutnya, Nafi digelari “amir al-mukminin”. Golongan al-azariqoh dipandang sebagai sekte yang besar dan kuat di lingkungan kaum Khawarij.
Dalam pandangan teologisnya, Al-Azariqoh tidak menggunakan term kafir, tetapi menggunakan term musyrik atau politeis. Yang dipandang musyrik adalah semua orang yang tidak sepaham dengan ajaran mereka. Bahkan, orang Islam yang tidak ikut hijrah kedalam lingkungannya, dihukumkan musyrik. Karena kemusyrikannya itu, kaum ini membolehkan membunuh anak-anak dan istri yang bukan golongan Al-Azariqoh. Golongan ini pun membagi daerah kekuasaan, yakni “dar al-Islam” dan “dar al-kufur”. Dar al-Islam adalah daerah yang dikuasai oleh mereka, dan dipandang sebagai penganut Islam sebenarnya. Sedangkan Dar al-Kufur merupakan suatu wilayah atau negara yang telah keluar dari Islam, karena tidak sefaham dengan mereka dan wajib diperangi.
b. Sekte Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh sekte Khawarij. Nama golongan ini diambnil dari Abdullah Ibnu Ibad, yang pada tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan Al-Azariqoh.
Adapun faham-fahamnya yang dianggap moderat itu, antara lain :
a. Orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan pula musyrik, tetapi kafir. Orang Islam demikian, boleh mengadakan hubungan perkawinan dan hukum waris. Syahadat mereka diterima, dan membunuh mereka yang tidak sefaham dihukumkan haram.
b. Muslim yang melakukan dosa besar masih dihukumkan ‘muwahid’, meng-esa-kan Tuhan, tetapi bukan mukmin. Dan yang dikatakan kafir, bukanlah kafir agama, tetapi kafir akan nikmat. Oleh karenanya, orang Islam yang melakukan dosa besar tidak berartyi sudah keluar dari Islam.
c. Harta kekayaan hasil rampasan perang yang boleh diambil hanyalah kuda dan senjata. Sedangkan harta kekayaan lainnya, seperti emas dan perak, harus dikembalikan kepada pemiliknya.Daerah orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka, masih merupakan “dar at-tauhid”, dan tidak boleh diperangi.
B. Murjiah
1. Latar Belakang
       Murjiah diambil dari kata irja yang mempunyai dua makna. Pertama, bermakna ”mengakhirkan” atau ”menangguhkan”. Kedua, bermakna ” memberikan harapan.
       Aliran Murjiah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya “kafir mengkafirkan” terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal ini dilakukan oleh aliran Khawarij.
Aliran ini menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu dihadapan Tuhan, karena hanya Tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar, masih dianggap mukmin dihadapan mereka.
2. Ajaran Pokok Aliran Murjiah
       Berkaitan dengnan doktrin teologi Murjiah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:
a.       Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Alloh di hari kiamat kelak.
b.      Menyerahkan keputusan kepada Alloh atas orang muslim yang berdosa besar.
c.       Meletakkan ( pentingnya ) iman dari pada amal.
d.      Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk merperoleh ampunan dan rahmat dari Alloh.
3. Pecahan Murjiah
a. Golongan Yunusiyah
                        Mereka adalah pengikut Yunus An-Namiry. Menurut Yunus Iman adalah Ma’rifat (pengenalan) kepada Alloh dengan menaatinya, merendahkan diri dan meninggalkan kesombongan kepada-Nya, serta mencintai-Nya dengan sepenuh haati. Barang siapa yang dalam diri seseorang terkumpul sifat-sifat ini, maka dia dikatakan beriman atau mukmin.
b. Golongan Ibadiyah
                        Mereka adalah pengikut ’Ubaid Al-Muktaib. Pendapat mereka sama dengan golongan Yunusiyah.
c. Golongan Ghasaniyah
                        Mereka adalah pengikut Ghasan Al-kufi. Menurut Ghasan, Iman adalah pengakuan, mengenal, dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, mengagungkan-Nya, dan tidak bersikap takabur kepada-Nya. Ia berpendapat, iman itu dapat bertambah, tapi tidak dapat berkurang.
d. Golongan Tsaubaniyah
                        Mereka ini pengikut Tsauban Al Murji’iy yang menganggap bahwa iman itu pengakuan dan ma’rifat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta segala kewajiban yang harus dikerjakan menurut akal. Adapun sesuatu yang boleh tidak dilakukan akal, maka mengetahuinya bukan termasuk iman.
e. Golongan Tumaniyah
                        Mereka adalah pengikut Abu Mu’adz at-Tumaniy yang berpendapat bahwa iman ialah mengenal, membenarkan, cinta, ikhlas, dan pengakuan, sedangkan meninggalkan sebagian atau seluruhnya adalah kafir.
C. Syi’ah
1. Latar Belakang
       Syi’ah dilihat dari segi bahasa berarti pengikut atau pendukung. Sedangkan secara terminologi adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW atau orang yang disebut sebagai ahl al-bait.
       Menurut Thabathbai, istilah Syii’ah pertama kali ditujukan pada para pengikut Ali (Syi’ah Ali). Para pengikut Ali yang disebut Syi’ah itu diantaranya adalah Abu dzar Al-Ghiffan, Miqad bin Al-Aswad, dan Ammar bin Yasir.
2. I’tiqad Aliran Syi’ah
             Aliran ini mempunyai beberapa i’tiqad, antara lain adalah:
a. Kholifah pertama, kedua, dan ketiga adalah kholifah yang tidak sah, bahkan dianggap perampas yang berdosa mengambil pangkat kholifah tanpa hak dari Ali.
b. Kholifah (imam) adalah pangkat tertinggi dalam islam, bahkan salah satu rukun dan tiang islam.
c. Kholifah (imam) adalah ma’shum artinya tidak pernah berbuat dosa, tidak boleh diganggu gugat dan dikritik karena ia adalah pengganti Nabi dan mempunyai kedudukan sama dengan Nabi.
d. Kholifah (imam) masih mendapat wahyu dari Tuhan walaupun tidak melalui perantara malaikat Jibril. Imam-imam kaum Syi’ah mewarisi pangkat nabi atau jabatan Nabi, walaupun ia bukan Nabi.
3. Golongan-golongan Dalam Syi’ah
            Munculnya banyaknya golongan ini diakibatkan banyaknya perbedaan dalam bidang akidah yang mereka anut dan banyaknya nama yang mereka pergunakan sejalan dengan perbedaan akidah mereka yang beraneka ragam itu. Syi’ah terbagi menjadi 22 golongan yaitu: Syabaiyah, Al-Kamiliyah, Al-Bayaniyah, Al-Mughiriyah, Janahiyah, Manshuriyah, Khottobiyah, Ghurabiyah, Zdhimmiyah, Hisyamiyah, Zirariyah, Yunusiyah, Syaithoniyah, Rizamiyah, Al-Mufawadah, Al-Badaiyah, Nusyairiyah, Ismailiyah, Jarudiyah, Sulaimaniyah, Batiriyah, dan Imamiyah.
            Golongan Syabaiyah, mereka adalah pengikut Abdulloh bin Saba’ yang berpendapat bahwa dalam diri Ali terdapat unsur ketuhanan yang telah bersatu-padu dengan tubuhnya dan tidak mungkin musnah sehingga beliau mengetahui segala sesuatu yang ghaib. Suara petir adalah rupanya. Kilat adalah senyumannya.
            Golongan Al-Kamiliyah, mereka adalah pengikut Abu Kamil yang mengajarkan bahwa para sahabat nabi adalah kufur begitu juga dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
D. Jabariyah
1. Latar Belakang
Secara bahasa jabariyah berasal dari kata ”jabara” yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Al-Munjid dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata ”jabara” yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Sedangkan secara istilah, jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur). Menurut Harun Nasution jabariyah adalah faham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh qadha dan qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, namun diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya. Di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya. Faham ini pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan.
2. Tokoh dan Ajaran dalam Aliran Jabariyah
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa yang pertama kali memperkenalkan faham jabariyah adalah Ja’d bin Dirham dan Jahm bin Shafwan.
1. Al-Ja’d bin Dirham
Ja’d adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan Bani Umayah, tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayah menolaknya. Kemudia Al-Ja’d lari ke Kufah dan disana ia bertemu dengan Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Ajaran pokok Ja’d bin Dirham secara umum sama dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby menjelaskannya sebagai berikut:
a. Al-Qur’an itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan Allah.
b. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara, melihat, mendengar
c. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya
2. Jahm Ibnu Shafwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia termasuk Maulana Bani Rasib, juga seorang tabi’in berasal dari Khurasan, dan bertempat tinggal di Khuffah, ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator). Ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani Umayah di Khurasan. Ia ditawan dalam pemberontakan dan dibunuh pada tahun 128H. Ia dibunuh karena masalah politik dan tidak ada kaiatannya dengan agama. Sebagai penganut dan penyebar faham jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm yang tersebar keberbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk. Pendapatnya mengenai persoalan teologi adalah sebagai berikut:
a.   Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan.
b.   Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
c.   Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya dengan konsep Iman yang dimajukan kaum Murji’ah.
d.   Kalam Tuhan adalah makhluk Allah mahasuci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak.
Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu ekstrim dan moderat. Di antara ajaran jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatannya yang dipaksakan atas dirinya.
Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik. Tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab . Menurut faham kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan .
Yang termasuk tokoh jabariyah moderat adalah sebagai berikut:
1) An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar. Di antara pendapat-pendapatnya:
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil                  bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab.
    2. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi an-Najjar mengatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata, sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
2) Adh-Dhirar
Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera ke enam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah Ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum
E. QADARIYAH
1. Latar Belakang dan Sejarah Perkembangan Aliran Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata Ù‚َدَرَ yang artinya kemampuan dan kekuatan. Secara terminologi, qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan . Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Harun Nasution menegaskan bahwa kaum qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan .
Tentang kapan munculnya faham Qadariyah dalam Islam, tidak dapat diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa ahli teologi Islam yang menghubungkan faham qadariyah ini dengan kaum Khawarij. Pemahaman mereka (kaum khawarij) tentang konsep iman, pengakuan hati dan amal dapat menimbulkan kesadaran bahwa manusia mampu sepenuhnya memilih dan menentukan tindakannya sendiri. Menurut Ahmad Amin seperti dikutip Abuddin Nata, berpendapat bahwa faham qadariyah pertama sekali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy . Sementara itu Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, memberi informasi lain bahwa yang pertama sekali memunculkan faham qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini . Orang Irak yang dimaksud, sebagaimana dikatan Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai, adalah Susan.
Faham ini mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya reaksi keras ini, pertama, seperti pendapat Harun Nasution, karena masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa Arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, mereka merasa diri mereka lemah dan tidak mampu menghadapi kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya. Sehingga ketika faham qadariyah dikembangkan, mereka tidak dapat menerimanya karena dianggap bertentangan dengan Islam. Kedua, tantangan dari pemerintah, karena para pejabat pemerintahan menganut faham jabariyah. Pemerintah menganggap faham qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.
2. Tokoh dan Ajaran dalam Aliran Qadariyah
Bahwa tokoh yang pertama kali memunculkan faham qadariyah dalam Islam adalah Ma’bad Al-Jauhani dan temannya Ghailan Al-Dimasyqy.
1. Ma’bad Al-Jauhani
Menurut Al-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-I’tidal, yang dikutip Ahmad Amin dalam Sirajuddin Zar, menerangkan bahwa ia adalah tabi’in yang dapat dipercaya, tetapi ia memberikan contoh yang tidak baik dan mengatakan tentang qadar. Lalu ia dibunuh oleh al-Hajjaj karena ia memberontak bersama Ibnu al-Asy’as. Tampaknya disini ia dibunuh karena soal politik, meskipun kebanyakan mengatakan bahwa terbunuhnya karena soal zindik. Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar kepada Hasan Al-Bashri, dan banyak penduduk Basrah yang mengikuti alirannya .
2. Ghailan Ibnu Muslim Al-Damasyqy
Sepeninggal Ma’bad, Ghailan Ibnu Muslim al-dimasyqy yang dikenal juga dengan Abu Marwan. Menurut Khairuddin al-Zarkali dalam Sirajuddin Zar menjelaskan bahwa Ghailan adalah seorang penulis yang pada masa mudanya pernah menjadi pengikut Al-Haris Ibnu Sa’id yang dikenal sebagai pendusta. Ia pernah taubat terhadap pengertian faham qadariyahnya dihadapan Umar Ibnu Abdul Aziz, namun setelah Umar wafat ia kembali lagi dengan mazhabnya . Ia akhirnya mati dihukum bunuh oleh Hisyam ‘Abd al-Malik (724-743). Sebelum dijatuhi hukuman bunuh diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awza’i yang dihadiri oleh Hisyam sendiri .
F. Mu’tazilah
1. Latar Belakang
            Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala yang artinya berpisahatau memisahkan diri. Juga dapat pula diartikan ”menjauh” atau ”menjauhkan diri”. Mengikuti makna inki maka Mu’tazilah merupakan golongan islam yang menjauhkan atau memisahkan diri dari mayoritas umat islam. Mu’tazilah dalam pengertian pertama, mengambil dari peristiwa Washil bin ’Atha’ yang wafat pada tahun 131 H. Pendiri aliran ini yang memisahkan diri dari gurunya seorang tokoh tabi’in Hasan Al-Bashri.
            Menurut Al-Baghdadi, yang diperselisihkan washil dan gurunya tidak hanya persoalan dosa besar, tapi juga persoalan qadar. Sementara itu, sejarawan Tasy Kubra Zadah, seperti dikutip Harun Nasution, mengemukakan versi lain tentang peristiwa yang terjdi di masjid Bashrah ini. Tasy menceritakan, Qatadah bin Da’mah pada suatu hari datang ke masjid bashrah menuju majlis ’Amr bin ’Ubaid yang disangkanya majlis Hasan al-Bashri. Tapi, setelah di mengerti bahwa majlis itu bukanlah majlis Hasan al-Bashri, dia langsung pergi meninggalkannya sambil berkata ”ini kaum Mu’tazilah”. Berawal dari sinilah, golongan yang memisahkan diri dinamakan Mu’tazilah. Jadi, penyebutan Mu’tazilah itu bukan berasal dari Hasan al-Bashri.
            Versi kedua tentang awal mula kemunculan golongan Mu’tazilah disampaikan oleh Abdul Hasan Tharaifi. Ia menjelaskan kemunculan Mu’tazilah bukan berasal dari Washil bin ’Atha’ yang berselisih dengan Hasan al-Bashri, melainkan dari orang-orang Syi’ah yang kecewa dengan sikap Hasan bin Ali bin Abi Thalib yang menyerahkan jabatan khalifah kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Karena itu, mereka menjauhkan diri dari urusan politik dan hanya menyibukkan diri di bidang ilmu pengetahuan. Jadi, Mu’tazilah ini pada awal mulanya adalah kaum Syi’ah.
2. Lima Ajaran Pokok (Ushul al-khamsah) Mu’tazilah 
a.      Tauhid
At-Tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah. Mu’tazilah menolak konsep Tuhan mempunyai sifat. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu esa, tidak ada satupun yang menyerupai-Nya. Dia Maha Melihat, Mendengar, Kuasa, Mengetahui, dan sebagainya. Namun, semua itu bukanlah sifat melainkan dzat-Nya. Menurut mereka sifat adalah sesuatu yang melekat. Bila sifat Tuhan yang qadim, berarti ada dua yang qadim, yaitu dzat dan sifat-Nya, Washil bin ’Atha’, seperti yang dikutip oleh Asy-Syahrastany mengatakan, ”siapa yang mengatakan sifat yang qadim berarti telah menduakan tuhan.” Ini tidak dapat merupakan perbuatan syirik.
b.      Al-Adl
Mereka mengartikan ’Adl sebagai Tuhan tidak pernah berbuat buruk atau jahat kepada hamba-Nya. Segala sesuatu yang baik dan melarang hamba-Nya berbuat kejahatan. Jika tampak pada manusia sesuatu yang buruk atau jahat, maka hal itu disebabkan keditakmampuan manusia itu sendiri mengetahui hikmah-hikmah ketuhanan. Dari konsep ’adl, kemudian muncul teori as-shalah wa al-ashlah atau Allah wajib berbuat baik kepada hamba-hamba-Nya. Maksudnya, Tuhan wajib memasukkan hamba yang berbuat baik ke dalam surga dan hamba yang berbuat jahat ke dalam neraka. Inilah arti keadilan Tuhan. Jika Tuhan memasukkan hamba yang berbuat baik ke dalam neraka, berarti Tuhan adalah penjahat dan dzalim. Ini tentu saja sangat mustahil bagi Tuhan.
c.       Janji dan Ancaman
Tuhan berjanji akan memberi pahala dan mengancam akan menjatuhkan siksaan. Barang siapa yang berbuat baik maka dibalas dengan kebaikan dan sebaliknya. Tidak ada ampunan terhadap dosa besar tanpa taubat.
d.      Tempat diantara Dua Tempat
Pokok ajaran ini adalah bahwa mukmin yang melakukan dosa besar dan belum bertaubat bukan lagi mukmin atau kafir melainkan fasiq.
e.      Amar Ma’ruf Nahi munkar
Ajaran amar ma’ruf dan nahi munkar sebenarnya juga dimiliki oleh ajaran-ajaran lain. Perbedaan paling prinsip adalah terletak pada metode atau tatanan pelaksanaannya. Menurut Mu’tazilah, ajaran ini boleh dilakukan dengan kekerasan jika diperlukan. Sejarah telah mencatat bahwa kaum Mu’tazilah pernah menyiksa atau bahkan membunuh ribuan ulam’ besar dalam ”peristiwa Al Qur’an Makhluk”. Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali, pernah disiksa dalam penjara selama 15 tahun akibat peristiwa itu.
3. Pecahan-pecahan Mu’tazilah
                Abdurrahman bin Muhammad bin Umar dalam Bughyatul Mustarsyidin mengatakan bahwa kaum Mu’tazilah terbagi menjadi 20 aliran. Menurut Abdul Qahir al-Baghdadi Mu’tazilah terpecah menjadi 22 aliran. Dua diantaranya termasuk kaum Mu’tazilah yang ekstrim, yaitu aliran Al Khabathiyah dan Al Himariyah. Sedang 20 yang lain termasuk kaum Mu’tazilah moderat. Diantara aliran-aliran Mu’tazilah yang terbesar adalah: Al-Washiliyah, Al-Hudzailiyyah, An-Nazhzhamiyyah, Al-Mu’ammariyah, Al-Mirdariyah, Al-Hisyamiyah, Al-Jahizhiyah, Al-Khayyathiyah, Al-Ka’biyyah, Al-Juba’iyah, dan Al-Bahsyaniyyah.
G. Ahlussunnah Wal Jama’ah
1. Latar Belakang
            Yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah menurut Maulana Abu Said Al Kadimy dalam kitab Bariqah Mahmudiyah adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah artinya orang-orang yang memakai sunnah Rasulullah, sedangkan al Jama’ah artinya jama’ah Rasulullah dan mereka adalah para sahabat dan tabi’in. Adapun penyiar faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ialah dua ulama’ yang terkenal, yaitu:
1. Abu Hasan Al Asy’ari, lahir di Bashrah pada tahun 873 M/260 H dan wafat pada tahun 934 M/324 H. Pengikut-pengikutnya disebut Asy’ariyah.
2. Abu Manshur Al Maturidy, lahir di Maturidy Samarkand pada tahun 882 M/333 H dan wafat pada tahun 944 M/334 H. Pengikut-pengikutnya disebut Maturidiyah.
2.  Aliran Dalam Ahlussunnah Wal Jama’ah
     A. Asy’ariyah
     Pemikiran-pemikkiran Al Asy’ari yang terpenting adalah berikut ini:
a. Tuhan dan sifat-sifat-Nya
         Al Asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi sejauh menyangkut realitasnya (haqiqah) tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya.
b. Kebebasan dalam berkehendak
        Al Asy’ari membedakan antara kholiq dan kasb. Menurutnya Allah adalah pencipta (kholiq) perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib). Hanya Allah lah yang mampu menciptakan segala sesuatu.                   
c. Akal, wahyu, dan kriteria baik dan buruk
        Al Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu.
d. Qadimnya Al Qur’an
      Al Asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al qur’an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim.
e. Melihat Allah
      Al Asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan.
f. Kedudukan orang Kafir
     Al Asy’ari berpendapat bahwa mukminyang melakukan dosa bear adalah mukmin yang fasiq, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.
B. Al Maturidi
     Pemikiran-pemikkiran Al Maturidi yang terpenting adalah berikut ini:
a. Akal dan wahyu
       Al Maturidi membagi kaitan sesuatu denagn akal pada tiga macam, yaitu:
1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu.
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.
b. Perbuatan Manusia
Menurut Al Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya.
c. Melihat Allah
Al Maturidi berpendapat bahwa Allah kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata,karena Allah mempunyai wujud walaupun Ia immaterial. Namun melihat Allah kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akhirat tidak sama dengan di dunia.
d. Pelaku Dosa Besar (Murtakib Al Kabir)
Al Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat. Dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyababkan pelakunya kekal di dalam neraka.
2.2 Hakikat Ilmu Filsafat
2.2.1 Pengertian Filsafat
Menurut analisa Al-Farabi filasafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosiphia. Philo berarti cinta dan shopia berarti hikmah atau kebenaran. Menurut Plato, filsuf Yunani yang termashur, murid Scorates dan guru Aristoteles mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada.
Marcus Tullius Cicero politikus dan ahli pidato romawi merumuskan filsafat adalah pengatahuan tentang segala sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.  Al Farabi filosuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya. Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup metafisika, etika, agama, dan antropologi. Immanuel Kant yang sering disebut raksasa pikir barat, mengatakan bahwa Filsafat itu merupakan ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup metafisika, etika, agama, dan antripologi. Obyek Filsafat dalam filsafat terdapat dua obyek yaitu obyek materia dan obyek formanya. Obyek materianya adalah sarwa yang ada pada garis besarnya dibagi atas tiga persoalan, yaitu: Tuhan, alam, dan manusia. Sedangkan Obyek formannya adalah usaha mencari keterangan secara radikal ( sedalam-dalamnya) tentang obyek materi filsafat ( sarwa yang ada).
2.3 HUBUNGAN ILMU KALAM DAN FILSAFAT
2.3.1 Titik persamaannya
            Ilmu kalam, dan filsafat mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Ilmu kalam merupakan salah satu ilmu Islam yang mengkaji akidah (doktrin). Objek kajian filsafat adalah masih dalam masalah ketuhanan di samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Jadi di lihat dari objeknya, kedua ilmu tersebut membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan.
2.3.2 Titik Perbedaan
Perbedaan di antara kedua ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika di samping argumentasi- argumentasi naqliah berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai apologinya. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika (jadaliah) dikenal juga dengan istilah dialog keagamaan. Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama,serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.
Sementar itu, filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal, tidak merasa terikat oleh apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. Peranan filsafat sebagaimana dikatakan Socrates adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha menjelaskan konsep-konsep (the gaining of conceptual clarity). Murthadha Muthahari berkata bahwa metode filsafat hanya bertumpu pada silogisme (qiyas), argumentasi rasional (istidal aqli) dan demonstrasi rasional (burhan aqli). Berkenaan dengan keragaman kebenaran yang dihasilkan oleh kerja logika maka dalam filsafat dikenal apa yang disebut kebenaran korespondensi. Dalam pandangan korespodensi, kebenaran adalah persesuaian antara kenyataan sebenarnya di alam nyata. Disamping kebenaran korespodensi, didalam filsafat juga dikenal kebenaran korehensi. Dalam pandangan korehensi, kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pertimbangan baru dan suatu pertimbangan yang telah diakui kebenarannya secara umum dan permanen. Jadi, kebenaran dianggap tidak benar kalau tidak sesuai dengan kebenaran yang dianggap benar oleh ulama umum. Disamping dua kebenaran di atas, di dalam filsafat dikenal juga kebenaran pragmatis. Dalam pandangan pragmatisme, kebenaran adalah sesuatu yang bermanfaat (utility) dan mungkin dapat dikerjakan (workability) dengan dampak yang memuaskan. Jadi, sesuatu akan dianggap tidak benar kalau tidak tampak manfaatnya secara nyata dan sulit untuk dikerjakan.




BAB III
PENUTUP

2.4 Kesimpulan
          Ilmu Kalam lahir setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Diawali dengan permasalahan pengangkatan khalifah yang selanjutnya setelah Rasulullah, hingga membahas soal jabr (takdir) dan ikhtiyar (free will). Akhirnya terpecahlah beberapa aliran yang membahas antara kedua itu dengan dalilnya masing-masing. Diantaranya adalah aliran Jabariyah dan Qodariyah. Dan akhirnya lahirlah ilmu kalam yang pokok pembahasannya adalah mengenai akidah dan Iman. Lalu pada masa Harun ar-Rasyid (Dinasti Abbasyiah) terjadi penerjemahan buku- buku dari Yunani. Selain buku-buku pengetahuan Sains, juga terdapat buku- buku filsafat. Karena pemikiran filsafat Yunani bertentangan dengan ajaran Islam, maka akhirnya para pemikir Islam mencoba membuktikan bahwa antara agama dan filsafat itu tidak bertentangan. Dan akhirnya lahirlah ilmu filsafat Islam yang objek kajiannya adalah segala wujud yang fisik maupun metafisik. Bila berbicara tentang wujud metafisik tentu Tuhan juga termasuk objek kajian filsafat Islam ini. Maka dari situlah permasalahan ilmu kalam dan filsafat bercampur karena kedua ilmu ini sama-sama menggunakan daya penalaran (aqli) dan juga bersumber dari Kalam Allah dan Sunnah (Al-Qur’an dan Hadits). Sehingga ilmu kalam dan filsafat ini saling mempengaruhi satu sama lain dan tak terpisahkan.

Daftar Pustaka
A. Nasir, Sahilun. 1994. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rozak, Abdul dan  Rosihan  Anwar.  2006. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Kaisar ’08 Lirboyo. 2008. Aliran – aliran Teologi Islam. Kediri: Lirboyo press.
Hanafi,  Ahmad. 2003.  Pengantar Teologi Islam. Jakarta: Pustaka Alhusna Baru.
Abduh, Muhammad. 1979. Risalah tauhid, terj.  Firdaus An, Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abuddin. 1995. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah, analisa dan perbandingan, Jakarta: UI Press.

This Is The Oldest Page

1 komentar so far


EmoticonEmoticon